Selasa, 28 Oktober 2014

KEISTIMEWAAN DAN KEUTAMAAN [PUASA] BULAN MUHARRAM


 Wahai Pemirsa dan pemerhati Blog Assajidiin yth.
Selagi masih awal awal bulan tahun Hijriah....Adalah sangat baik untuk saling mengingatkan......maka daripada itu kita copas-kan artikel yang ,semoga , dapat bermanfooat bagi kita semua.
Makasih

Puasa yang disunatkan:
Disunatkan puasa 6 hari pada bulan Syawwal, 3 hari pada setiap bulan (yang afdhal yaitu tanggal 13, 14 dan 15; disebut shaumul biidh), hari Senin dan Kamis, 9 hari pertama bulan Dzul Hijjah (lebih ditekankan tanggal 9, yaitu hari Arafah), hari 'Asyura (tanggal 10 Muharram) ditambah sehari sebelum atau sesudahnya untuk mengikuti jejak Nabi dan para sahabatnya yang mulia serta menyelisihi kaum Yahudi.





Keutamaan Bulan Muharram dan Hari Asyura
Dari: www.eramuslim.com
Kiriman: Ari Sukarno
Muharram adalah bulan di mana umat Islam mengawali tahun kalender Hijriah berdasarkan peredaran bulan. Muharram menjadi salah satu dari empat bulan suci yang tersebut dalam Al-Quran. "Jumlah bulan menurut Allah adalah dua belas bulan, tersebut dalam Kitab Allah
pada hari Dia menciptakan langit dan bumi. Di antara kedua belas bulan itu ada empat bulan yang disucikan."
Keempat bulan itu adalah, Zulqaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab. Semua ahli tafsir Al-Quran sepakat dengan hal ini karena Rasululullah Saw dalam haji kesempatan haji terakhirnya
mendeklarasikan, "Satu tahun terdiri dari dua belas bulan, empat di antaranya adalah bulan suci. Tiga di antaranya berurutan yaitu Zulqaidah, Zulhijjah, Muharram dan ke empat adalah bulan Rajab."
Selain keempat bulan khusus itu, bukan berarti bulan-bulan lainnya tidak memiliki keutamaan, karena masih ada bulan Ramadhan yang diakui sebagai bulan paling suci dalam satu satu tahun. Keempat bulan tersebut secara khusus disebut bulan-bulan yang disucikan karena ada
alasan-alasan khusus pula, bahkan para penganut paganisme di Makkah mengakui keempat bulan tersebut disucikan.
Pada dasarnya setiap bulan adalah sama satu dengan yang lainnya dan tidak ada perbedaan dalam kesuciannya dibandingkan dengan bulan- bulan lain. Ketika Allah Swt memilih bulan khusus untuk menurunkan rahmatnya, maka Allah Swt lah yang memiliki kebesaran itu atas
kehendakNya.

Keutamaan Bulan Muharram
Nabi Muhammad Saw bersabda, "Ibadah puasa yang paling baik setelah puasa Ramadan adalah berpuasa di bulan Muharram."
Meski puasa di bulan Muharram bukan puasa wajib, tapi mereka yang berpuasa pada bulan Muharram akan mendapatkan pahala yang besar dari Allah Swt. Khususnya pada tanggal 10 Muharram yang dikenal dengan hari 'Asyura.
Ibnu Abbas mengatakan, ketika Nabi Muhammad Saw hijrah dari Makkah ke Madinah, beliau menjumpai orang-orang Yahudi di Madinah biasa berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Menurut orang-orang Yahudi itu, tanggal 10 Muharram bertepatan dengan hari ketika Nabi Musa dan
pengikutnya diselamatkan dari kejaran bala tentara Firaun dengan melewati Laut Merah, sementara Firaun dan tentaranya tewas tenggelam.
Mendengar hal ini, Nabi Muhammad Saw mengatakan, "Kami lebih dekat hubungannya dengan Musa daripada kalian" dan langsung menyarankan agar umat Islam berpuasa pada hari 'Asyura. Bahkan dalam sejumlah tradisi umat Islam, pada awalnya berpuasa pada hari 'Asyura
diwajibkan. Kemudian, puasa bulan Ramadhan-lah yang diwajibkan sementara puasa pada hari 'Asyura disunahkan.
Dikisahkan bahwa Aisyah mengatakan, "Ketika Rasullullah tiba di Madinah, ia berpuasa pada hari 'Asyura dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa. Tapi ketika puasa bulan Ramadhan menjadi puasa wajib, kewajiban berpuasa itu dibatasi pada bulan Ramadhan saja dan
kewajiban puasa pada hari 'Asyura dihilangkan. Umat Islam boleh berpuasa pada hari itu jika dia mau atau boleh juga tidak berpuasa, jika ia mau." Namun, Rasulullah Saw biasa berpuasa pada hari 'Asyura bahkan setelah melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan.
Abdullah Ibn Mas'ud mengatakan, "Nabi Muhammad lebih memilih berpuasa pada hari 'Asyura dibandingkan hari lainnya dan lebih memilih berpuasa Ramadhan dibandingkan puasa 'Asyura." (HR Bukhari dan Muslim). Pendek kata, disebutkan dalam sejumlah hadist bahwa puasa di hari 'Asyura hukumnya sunnah.
Beberapa hadits menyarankan agar puasa hari 'Asyura diikuti oleh puasa satu hari sebelum atau sesudah puasa hari 'Asyura. Alasannya, seperti diungkapkan oleh Nabi Muhammad Saw, orang Yahudi hanya berpuasa pada hari 'Asyura saja dan Rasulullah ingin membedakan puasa umat Islam dengan puasa orang Yahudi. Oleh sebab itu ia menyarankan umat Islam berpuasa pada hari 'Asyura ditambah puasa satu hari sebelumnya atau satu hari sesudahnya (tanggal 9 dan 10 Muharram atau tanggal 10 dan 11 Muharram).
Selain berpuasa, umat Islam disarankan untuk banyak bersedekah dan menyediakan lebih banyak makanan untuk keluarganya pada 10 Muharram. Tradisi ini memang tidak disebutkan dalam hadist, namun ulama seperti Baihaqi dan Ibnu Hibban menyatakan bahwa hal itu boleh
dilakukan.
Legenda dan Mitos Hari 'Asyura
Meski demikian banyak legenda dari salah pengertian yang terjadi di kalangan umat Islam menyangkut hari 'Asyura, meskipun tidak ada sumber otentiknya dalam Islam. Beberapa hal yang masih menjadi keyakinan di kalangan umat Islam adalah legenda bahwa pada hari'Asyura Nabi Adam diciptakan, pada hari 'Asyura Nabi Ibrahim dilahirkan, pada hari 'Asyura Allah Swt menerima tobat Nabi Ibrahim, pada hari 'Asyura Kiamat akan terjadi dan siapa yang mandi pada
hari 'Asyura diyakini tidak akan mudah terkena penyakit. Semua legenda itu sama sekali tidak ada dasarnya dalam Islam. Begitu juga dengan keyakinan bahwa disunnahkan bagi mereka untuk menyiapkan makanan khusus untuk hari 'Asyura.
Sejumlah umat Islam mengaitkan kesucian hari 'Asyura dengan kematian cucu Nabi Muhmmad Saw, Husain saat berperang melawan tentara Suriah. Kematian Husain memang salah satu peristiwa tragis dalam sejarah Islam. Namun kesucian hari 'Asyura tidak bisa dikaitkan dengan
peristiwa ini dengan alasan yang sederhana bahwa kesucian hari 'Asyura sudah ditegakkan sejak zaman Nabi Muhammad Saw jauh sebelum kelahiran Sayidina Husain. Sebaliknya, adalah kemuliaan bagi Husain yang kematiannya dalam pertempuran itu bersamaan dengan
hari 'Asyura.
Anggapan-anggapan yang salah lainnya tentang bulan Muharram adalah kepercayaan bahwa bulan Muharram adalah bulan yang tidak membawa keberuntungan, karena Husain terbunuh pada bulan itu. Akibat adanya anggapan yang salah ini, banyak umat Islam yang tidak melaksanakan pernikahan pada bulan Muharram dan melakukan upacara khusus sebagai
tanda ikut berduka atas tewasnya Husain dalam peperangan di Karbala, apalagi disertai dengan ritual merobek-robek baju atau memukuli dada sendiri.
Nabi Muhammad sangat melarang umatnya melakukan upacara duka karena meninggalnya seseorang dengan cara seperti itu, karena tindakan itu adalah warisan orang-orang pada zaman jahiliyah.
Rasulullah bersabda, "Bukanlah termasuk umatku yang memukuli dadanya, merobek bajunya dan menangis seperti orang-orang pada zaman jahiliyah."
Bulan Pengampunan Dosa
Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam sistem kalender Islam. Kata Muharram artinya 'dilarang'. Sebelum datangnya ajaran Islam, bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan pada bulan ini dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan pertumpahan darah.
Seperti sudah disinggung di atas, bahwa bulan Muharram banyak memiliki keistimewaan. Khususnya pada tanggal 10 Muharram. Beberapa kemuliaan tanggal 10 Muharram antara lain Allah Swt akan mengampuni dosa-dosa setahun sebelumnya dan setahun ke depan. (Tarmizi)
(ln/Islamicity)

Keutamaan Puasa di Bulan Muharram

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ
Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah (bulan) Muharram, dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib (lima waktu) adalah shalat malam.“[1].
Hadits yang mulia ini menunjukkan dianjurkannya berpuasa pada bulan Muharram, bahkan puasa di bulan ini lebih utama dibandingkan bulan-bulan lainnya, setelah bulan Ramadhan[2].
Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini:
  • Puasa yang paling utama dilakukan pada bulan Muharram adalah puasa ‘Aasyuura’ (puasa pada tanggal 10 Muharram), karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya dan memerintahkan para sahabat radhiyallahu ‘anhum untuk melakukannya[3], dan ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang keutamaannya beliau bersabda,
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
Puasa ini menggugurkan (dosa-dosa) di tahun yang lalu“[4].
  • Lebih utama lagi jika puasa tanggal 10 Muharram digandengankan dengan puasa tanggal 9 Muharram, dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi dan Nashrani, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika disampaikan kepada beliau bahwa tanggal 10 Muharram adalah hari yang diagungkan orang-orang Yahudi dan Nashrani, maka beliau bersabda,
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُإِنْ شَاءَ اللَّهُصُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ
Kalau aku masih hidup tahun depan, maka sungguh aku akan berpuasa pada tanggal 9 Muharram (bersama 10 Muharram).” [5]
  • Adapun hadits,
صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْماً أَوْ بَعْدَهُ يَوْماً
Berpuasalah pada hari ‘Aasyuura’ dan selisihilah orang-orang Yahudi, berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.“[6], maka hadits ini lemah sanadnya dan tidak bisa dijadikan sebagai sandaran dianjurkannya berpuasa pada tanggal 11 Muharram[7].
  • Sebagian ulama ada yang berpendapat di-makruh-kannya (tidak disukainya) berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja, karena menyerupai orang-orang Yahudi, tapi ulama lain membolehkannya meskipun pahalanya tidak sesempurna jika digandengkan dengan puasa sehari sebelumnya[8].
  • Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan puasa tanggal 10 Muharram adalah karena pada hari itulah Allah Ta’ala menyelamatkan Nabi Musa álaihis salam dan umatnya, serta menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya, maka Nabi  Musa ‘alaihis salam pun berpuasa pada hari itu sebagai rasa syukur kepada-Nya, dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar orang-orang Yahudi berpuasa pada hari itu karena alasan ini, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ
Kita lebih berhak (untuk mengikuti) Nabi Musa ‘alaihis salam daripada mereka“[9]. Kemudian untuk menyelisihi perbuatan orang-orang Yahudi, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk berpuasa tanggal 9 dan 10 Muharram[10].
  • Hadits ini juga menunjukkan bahwa shalat malam adalah shalat yang paling besar keutamaannya setelah shalat wajib yang lima waktu[11].
***
Penulis: Ustadz Abdullah Taslim Al Buthoni, M.A.
Artikel www.muslim.or.id

[1] HSR Muslim (no. 1163).
[2] Lihat keterangan Syeikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin dalam Syarhu Riyadhis Shalihin (3/341).
[3] Dalam HSR al-Bukhari (no. 1900) dan Muslim (1130).
[4] HSR Muslim (no. 1162).
[5] HSR Muslim (no. 1134).
[6] HR Ahmad (1/241), al-Baihaqi (no. 8189) dll, dalam sanadnya ada perawi yang bernama Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila, dan dia  sangat buruk hafalannya (lihat Taqriibut Tahdziib hal. 493). Oleh karena itu syaikh al-Albani menyatakan hadits ini lemah dalam Dha’iful Jaami’ (no. 3506).
[7] Lihat kitab Bahjatun Nazhirin (2/385).
[8] Lihat keterangan Syeikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin dalam as-Syarhul Mumti’ (3/101-102).
[9] Semua ini disebutkan dalam HSR al-Bukhari (3216) dan Muslim (1130).
[10] Lihat keterangan syaikh Muhammad al-Utsaimin dalam Syarhu Riyadhis Shalihin (3/412).
[11] Lihat kitab Bahjatun Nazhirin (2/329).

Tidak ada komentar: